Langit Kota Batu menjelang siang itu terlihat mendung, menandakan hujan mungkin akan segera turun. Meski begitu, suasana di Masjid Al-Ikhlas tetap ramai oleh warga yang telah usai melaksanakan ibadah Jumat.
Di tengah gemuruh suara hujan yang mulai jatuh perlahan, aroma khas nasi kotak yang begitu menggoda mulai menyeruak dari dalam masjid.
Daftar Harga Menu Nasi Kotak Jumat Berkah di Kota Batu:
1. Harga Rp.10.000,-/porsi
2. Harga Rp.15.000,-/porsi
3. Harga Rp.20.000,-/porsi
Perbedaan harga diatas adalah besar ukuran lauk ayam yang disajikan pada masing-masing kotak, menyesuaikan dengan budget Anda.
Untuk acara Jumat Berkah di masjid, ada beberapa menu favorit yang sering disajikan karena praktis, ekonomis, dan lezat.
Kami juga menyediakan layanan pembagian dan menyalurkan nasi kotak jumat berkah yang Anda pesan kepada kami.
Berikut beberapa ide menu yang bisa kamu pertimbangkan:
1. Nasi Ayam Krispi:
Ayam goreng tepung yang diulek dengan sambal bawang, disajikan dengan nasi hangat dan lalapan.
2. Nasi Ayam Bakar:
Ayam bakar dengan bumbu ungkep instan, kecap manis, madu, dan gula merah, disajikan dengan lalapan dan sambal tomat.
3. Nasi Kuning:
Nasi yang dimasak dengan santan, daun jeruk, daun pandan, daun serai, dan kunyit. Bisa juga menggunakan bumbu instan untuk kemudahan.
4. Nasi Liwet:
Nasi liwet dengan ayam goreng, telur dadar, dan sambal terasi.
5. Tumis Sosis Tahu Jamur:
Sosis, tahu, dan jamur yang ditumis dengan bumbu sederhana seperti bawang putih, bawang bombay, dan saus tiram.
6. Nasi Bungkus Ayam Geprek:
Nasi putih dengan lauk pauk seperti ayam goreng, tahu goreng, sambal terasi, dan sayuran.
Menu-menu ini tidak hanya lezat tetapi juga mudah disiapkan dalam jumlah besar, sehingga cocok untuk acara berbagi di masjid.
Nasi Jumatan, sebuah tradisi yang tak lekang oleh waktu, telah menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat setempat. Dengan hanya sepuluh ribu rupiah, mereka bisa menikmati sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk yang menggugah selera.
Hari ini, nasi yang tersaji seolah mengajak setiap orang yang mencium aromanya untuk segera mencicipi.
Satu per satu warga berdatangan, mulai dari yang muda hingga tua, semua berbaur dalam suasana penuh keakraban.
Mereka tidak sekadar datang untuk makan, tetapi juga untuk merasakan hangatnya kebersamaan yang tumbuh dari setiap piring nasi yang tersaji.
Di sini, semua rasa menjadi satu, antara nikmatnya makanan dan manisnya persaudaraan.
Pemandangan di dalam masjid begitu indah. Terlihat deretan nasi kotak yang rapi tersusun di atas meja panjang, menunggu untuk dibagikan. Setiap kotak berisikan nasi putih pulen, lengkap dengan lauk yang telah dipersiapkan dengan penuh cinta.
Lauk pauknya pun bervariasi, ada ayam goreng berbumbu, telur balado yang pedas menggigit, hingga sayur lodeh dengan kuah kental yang kaya rempah.
Setiap suapan yang masuk ke dalam mulut seolah membawa kenangan tersendiri. Nasi putih yang hangat, lembut saat dikunyah, seakan menjadi pelipur lara bagi siapa saja yang tengah menghadapi kerasnya kehidupan.
Ayam goreng yang renyah di luar namun lembut di dalam, memberikan sensasi gurih yang seketika menyebar di lidah.
Dan telur balado, dengan bumbunya yang merah menyala, seolah menjadi lambang semangat yang tak pernah padam, meski cobaan datang silih berganti.
Namun, bukan hanya rasa yang ditawarkan oleh Nasi Jumatan ini. Ada cerita yang terbungkus rapi di setiap kotaknya. Cerita tentang kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian antar sesama.
Di balik lezatnya makanan ini, ada tangan-tangan yang bekerja tanpa pamrih, memastikan setiap orang yang datang ke masjid dapat merasakan berkah Jumat yang sesungguhnya.
Pak Ahmad, salah satu pengurus masjid, terlihat sibuk memastikan semua kotak nasi tersaji dengan baik. Dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya, ia menyapa setiap orang yang datang dengan penuh keramahan.
"Ini semua berkah dari Allah, semoga bisa menjadi kebaikan untuk kita semua," ucapnya dengan tulus saat ditanya tentang keberlangsungan tradisi ini.
Nasi Jumatan di Masjid Al-Ikhlas bukan sekadar makanan, tapi sebuah simbol dari rasa syukur dan kebersamaan. Setiap kotak nasi yang dibagikan, seolah menjadi pengingat bagi setiap orang akan pentingnya berbagi, terlebih di hari yang penuh berkah ini.
Sementara itu, di sudut lain masjid, beberapa ibu-ibu terlihat tengah sibuk mengatur lauk pauk. Mereka dengan cekatan memasukkan ayam goreng, telur balado, dan sayur lodeh ke dalam kotak nasi. Sesekali terdengar canda tawa di antara mereka, menciptakan suasana yang hangat dan penuh keakraban.
Meski terlihat sederhana, namun apa yang mereka lakukan memiliki makna yang begitu dalam. Mereka tidak hanya sekadar memasak, tetapi juga memberikan sebagian dari apa yang mereka miliki untuk orang lain.
Dan di saat hujan mulai mengguyur deras di luar masjid, kehangatan justru semakin terasa di dalam. Setiap orang yang datang disambut dengan senyum dan sapaan hangat, seolah semua beban yang mereka bawa menghilang seketika.
Suara gemericik air hujan yang jatuh di atap masjid, berpadu dengan suara senda gurau yang keluar dari mulut orang-orang yang tengah menikmati Nasi Jumatan.
Sesekali, terdengar suara anak kecil yang meminta tambah. Wajah polos mereka dipenuhi kebahagiaan saat menerima sepiring nasi tambahan dari Pak Ahmad. "Silakan, makan yang banyak ya, Nak. Ini berkah untuk kita semua," ucap Pak Ahmad dengan lembut, sambil mengelus kepala anak itu.
Waktu terus berlalu, namun suasana di masjid tetap ramai. Satu per satu orang meninggalkan masjid dengan wajah yang berseri-seri, perut yang kenyang, dan hati yang penuh syukur. Di luar, hujan mulai mereda, seakan memberikan restu pada setiap orang yang telah merasakan berkah dari Nasi Jumatan hari ini.
Hari itu, Nasi Jumatan di Masjid Al-Ikhlas bukan hanya sekadar makanan. Ia menjadi simbol dari harapan dan cinta kasih yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Di kota yang terus berkembang pesat ini, tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kebersamaan dan saling peduli antar sesama.
Dengan hanya sepuluh ribu rupiah, siapa pun bisa merasakan kelezatan yang tak ternilai ini. Namun, lebih dari itu, Nasi Jumatan ini juga mengajarkan bahwa di balik setiap suapan yang masuk ke dalam mulut, ada cinta dan kasih sayang yang tulus dari sesama. Sebuah pelajaran hidup yang mungkin tak bisa kita temukan di tempat lain.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang sering kali melupakan nilai-nilai kebersamaan, Nasi Jumatan ini hadir sebagai oasis yang menyejukkan. Sebuah tradisi yang sederhana namun penuh makna, yang terus hidup di hati setiap orang yang pernah merasakannya.
Masjid Al-Ikhlas dan Nasi Jumatannya adalah bukti nyata bahwa kebahagiaan tak selalu harus dicari dalam hal-hal besar, kadang ia justru tersembunyi di balik hal-hal kecil yang kita lakukan bersama.
Matahari mulai menampakkan dirinya kembali di langit Kota Batu, menghapus sisa-sisa hujan yang membasahi bumi. Meski suasana di masjid mulai sepi, namun kehangatan dan keakraban yang tercipta hari itu masih terasa kuat.
Nasi Jumatan ini bukan sekadar tradisi mingguan, tapi sebuah warisan yang harus terus dijaga dan dilestarikan, agar berkahnya dapat terus dirasakan oleh generasi yang akan datang.
Dan di akhir hari itu, ketika semua orang telah pulang ke rumah masing-masing, hanya ada satu hal yang tersisa: rasa syukur. Syukur atas nikmat yang telah diterima, syukur atas kebersamaan yang telah terjalin, dan syukur atas berkah Jumat yang telah dirasakan bersama.
Masjid Al-Ikhlas kembali sunyi, namun aroma nasi dan kenangan manis hari itu akan terus hidup di hati setiap orang yang pernah merasakannya.
Nasi Jumatan, sebuah tradisi yang sederhana, namun memiliki makna yang begitu dalam. Di Kota Batu, tradisi ini akan terus hidup, menjadi saksi bisu dari kasih sayang dan kebersamaan yang tak pernah pudar.
Malam mulai menyelimuti Kota Batu dengan kesejukan yang khas, membawa serta ketenangan yang meresap hingga ke dalam relung hati. Masjid Al-Ikhlas yang tadinya dipenuhi riuh rendah suara obrolan kini hening, namun kesan dari kebersamaan siang tadi masih terasa hangat.
Aroma nasi yang tersisa di udara seakan menjadi pengingat akan keberkahan yang telah dibagikan.
Di dalam masjid yang kini sepi, hanya ada Pak Ahmad yang masih sibuk merapikan sisa-sisa kegiatan hari itu. Meski lelah, wajahnya tetap memancarkan kebahagiaan.
Baginya, Nasi Jumatan bukan sekadar tanggung jawab, tapi sebuah bentuk pengabdian yang ia lakukan dengan sepenuh hati.
Saat ia berjalan ke luar masjid, angin malam menyambutnya dengan lembut. Pak Ahmad berhenti sejenak, menatap bintang-bintang yang mulai bermunculan di langit, seolah ingin bersyukur atas hari yang telah ia lalui.
Bagi Pak Ahmad, hari ini adalah cerminan dari nilai-nilai yang telah ia pegang teguh sejak lama. Di balik setiap kotak nasi yang ia bagikan, ada doa-doa yang ia panjatkan dalam hati, agar setiap orang yang menerima nasi itu dapat merasakan berkah dan kebahagiaan.
Ia selalu percaya bahwa kebahagiaan sejati bukanlah dari apa yang kita terima, tapi dari apa yang kita berikan.
Malam itu, di tengah keheningan, Pak Ahmad merenungkan kembali perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Sejak kecil, ia sudah terbiasa melihat orang tuanya ikut serta dalam kegiatan sosial di kampungnya.
Dari merekalah ia belajar bahwa hidup ini akan lebih berarti jika kita bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Maka tak heran, saat dewasa, Pak Ahmad memutuskan untuk mengabdikan dirinya sebagai pengurus masjid dan menjalankan tradisi Nasi Jumatan dengan penuh dedikasi.
Di sudut kota yang lain, ada seorang ibu yang tengah menidurkan anaknya. Anak itu, yang siang tadi dengan ceria meminta nasi tambahan kepada Pak Ahmad, kini tidur dengan nyenyak di pelukan ibunya.
Wajahnya yang polos masih tersenyum, mungkin ia bermimpi tentang kelezatan nasi dan ayam goreng yang ia makan tadi.
Sang ibu menatap anaknya dengan penuh kasih, dalam hati ia berdoa agar anaknya tumbuh menjadi pribadi yang penuh cinta kasih seperti orang-orang yang ia temui di masjid siang tadi.
Sementara itu, di rumah yang tak jauh dari masjid, sekelompok pemuda tengah berbincang santai di teras. Mereka adalah bagian dari generasi muda yang secara sukarela membantu membagikan nasi setiap Jumat.
Meski lelah, semangat mereka tetap berkobar, berbicara tentang rencana-rencana ke depan untuk memperbaiki dan meningkatkan tradisi ini.
Mereka bermimpi suatu hari nanti, Nasi Jumatan tidak hanya menjadi tradisi lokal, tapi bisa menginspirasi banyak orang di berbagai kota lainnya untuk melakukan hal serupa.
Salah satu dari pemuda itu, Andi, merenungkan betapa besar dampak dari hal kecil yang mereka lakukan setiap minggu.
Baginya, Nasi Jumatan lebih dari sekadar kegiatan sosial, ini adalah cara untuk mengingatkan diri sendiri dan orang lain bahwa kita semua adalah bagian dari satu kesatuan besar.
Bahwa di tengah segala perbedaan, masih ada titik temu yang bisa kita jaga, yaitu kebersamaan dan saling peduli.
Hari itu, banyak pelajaran yang dipetik. Bukan hanya tentang arti berbagi, tapi juga tentang bagaimana kebersamaan dapat menciptakan keajaiban-keajaiban kecil yang sering kali luput dari perhatian.
Pak Ahmad, para ibu yang memasak, pemuda-pemuda yang membagikan nasi, dan setiap orang yang menerima berkah hari itu, semuanya telah menjadi bagian dari sebuah cerita indah yang akan terus dikenang.
Malam semakin larut, namun hati yang dipenuhi rasa syukur membuat suasana tetap terasa hangat. Kota Batu yang kini tenang seakan menyimpan cerita manis dari siang tadi.
Sebuah cerita tentang Nasi Jumatan yang tak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga menyentuh hati setiap orang yang terlibat.
Di balik setiap piring nasi yang habis disantap, ada harapan yang tumbuh, harapan akan dunia yang lebih baik, di mana kebersamaan dan cinta kasih akan terus menjadi pijakan utama.
Nasi Jumatan di Masjid Al-Ikhlas mungkin hanyalah sebuah tradisi sederhana, namun dampaknya begitu besar. Ia mengajarkan kepada kita semua bahwa dalam hidup ini, tak ada yang lebih berharga dari kebersamaan dan kepedulian.
Bahwa di tengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan, masih ada waktu untuk berhenti sejenak dan berbagi. Masih ada kesempatan untuk menyebarkan cinta, satu suapan nasi pada satu waktu.
Saat Pak Ahmad akhirnya mengunci pintu masjid dan melangkah pulang, ia tahu bahwa esok akan ada tantangan baru yang harus dihadapi. Namun dengan keyakinan dan semangat yang ia miliki, ia siap untuk kembali menjalankan tugas mulia ini.
Dalam hati, ia berdoa agar tradisi Nasi Jumatan ini bisa terus berlanjut, menjadi sumber inspirasi dan berkah bagi banyak orang.
Kota Batu kembali terlelap dalam keheningan malam, namun kenangan manis tentang Nasi Jumatan di Masjid Al-Ikhlas akan terus hidup dalam hati mereka yang pernah merasakannya.
Bukan sekadar nasi dan lauk pauk, tapi rasa syukur, cinta kasih, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya. Nasi Jumatan adalah cerita tentang kita, tentang bagaimana hal kecil bisa mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Maps:









 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
